13.47
0






bung-karno 
 
Apa yang terjadi jika seorang pemimpin politik berhubungan dengan pelacur? Seribu satu kecurigaan bisa muncul. Tetapi, bagi Bung Karno, pemimpin pembebasan nasional Indonesia, pelacur bisa menjadi “tenaga penting” dalam revolusi.

Ketika dikejar-kejar intel Belanda, ibarat binatang liar, Bung Karno menjadikan rumah pelacuran sebagai tempat persembunyian paling aman. Bahkan, seperti diceritakan Bung Karno kepada Cindy Adams, penulis otobiografinya, rumah pelacuran telah menjadi tempat rapat kaum pergerakan.
Soekarno mengisahkan, ia dan kawan-kawan seperjuangannya datang sendiri-sendiri ke tempat tersebut. Mereka pun masuk dan keluar melalui pintu berlainan: depan, samping, dan belakang. Begitulah, hampir setiap hari, hingga aktivitas itu mengundang kecurigaan intel Belanda.
Hingga suatu hari Bung Karno harus berurusan dengan Polisi Belanda. Albrechts, seorang komisaris besar polisi Belanda, sampai kehilangan akal ketika menginterogasi Bung Karno terkait keberadaannya di tempat pelacuran. Polisi Belanda gagal mendapat bukti perihal rapat-rapat di rumah pelacuran.
PNI—Partai Nasional Indonesia, partainya Soekarno, punya 670 anggota dari kalangan pelacur. Mereka adalah anggota yang paling loyal dan patuh. Dibanding dengan anggota lainnya, anggota dari kalangan pelacur ini juga merupakan penyumbang iuran terbesar bagi partai.
Akan tetapi, tidak semua pengurus PNI setuju dengan sikap Bung Karno yang mengakomodir para pelacur ini. Salah satunya adalah Ali Sastroamidjojo, yang kelak menjadi Duta Besar dan Perdana Menteri di tahun 1950-an.
“Ini memalukan,” kata Ali kepada Bung Karno. “Kita merendahkan nama dan tujuan kita dengan memakai perempuan sundal. Ini sangat memalukan.”
“Kenapa?” kata Bung Karno, seraya mempertanyakan dasar penolakan Ali itu. “Mereka jadi orang revolusioner yang terbaik. Saya tidak mengerti dengan pendirian Bung Ali yang sempit.”
Ali pun menjawab singkat: “Ini melanggar susila.”—Sebuah jawaban yang mungkin juga jadi alasan banyak orang jika ditanyai pendapatnya tentang pelacur.
Soekarno menjawab Ali dengan tenang. Ia mengatakan perlu dukungan kekuatan, termasuk dari kalangan perempuan, dalam rangka mendukung perjuangan. Bagi Soekarno, soalnya bukanlah bermoral atau tidak bermoral, melainkan soal kekuatan apapun mesti dipergunakan untuk perjuangan.
Ali tidak puas dengan jawaban itu. Bagi tokoh panutan PNI ini, tanpa melibatkan para pelacur pun, seperti cabang-cabang PNI lainnya di seluruh Indonesia, partai itu tetap akan menjadi kekuatan besar.
Untuk menjawab polemik ini, Bung Karno pun mengisahkan para pelacur yang mengambil peran penting dalam revolusi Perancis. Ia berusaha menyakinkan, perempuan yang sering dipanggil “kupu-kupu malam” ini dapat menyumbangkan jasa penting dalam mendukung perjuangan.
Di mata Bung Karno, tugas yang paling cocok diemban oleh anggota kalangan pelacur ini adalah spinonase. “Pelacur adalah mata-mata terbaik di dunia,” kata Soekarno. Dengan kemampuan merayunya, para pelacur ini bisa menggali banyak informasi dari orang-orang Belanda yang jadi pelanggannya. Selain itu, para pelacur ini juga berfungsi sebagai kontra-spionase dan membongkar kedok para pengikut PNI yang berkhianat.
Bung Karno adalah pemimpin pergerakan paling disegani. Kemampuan dan kepiawaiannya dalam berpolitik menarik minat banyak orang. Yang perlu dicatat di sini: Bung Karno pandai menggunakan segala hal yang bisa mendukung perjuangannya. Itu terjadi lantaran Bung Karno tidak pernah berfikir dangkal dan sempit.

Sumber Artikel: http://www.berdikarionline.com/bung-karnoisme/20120101/bung-karno-dan-kaum-pelacur.html#ixzz2hRrtLSYa

0 komentar:

Posting Komentar