BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan karakter
bertujuan untuk menumbuhkembangkan karakter yang baik, yang seharusnya
ditanamkan sejak dini. Pendidikan merupakan proses
membantu generasi muda untuk menjadi manusia yang utuh dan penuh. Utuh dan penuh
berarti menyangkut semua aspek dalam hidup manusia seperti: intelektualitas
(kognitif), sosialitas, moralitas, emosi, afeksi, estetika, religiusitas,
kepribadian, dan juga fisik. Semua aspek itu dalam pendidikan perlu
dikembangkan. Pendidikan karakter lebih membantu mengembangkan aspek
kepribadian, sosialitas, moralitas, emosi, afeksi, estetika, religiusitas yang
sangat dibutuhkan dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, dan berkarya.
Sebenarnya pendidikan zaman dulu selalu menyertakan pendidikan
karakter. Misalnya, guru dalam mengajar matematika juga menanamkan semangat
daya juang, mengajar siswa menghargai orang lain, melatih siswa mengerjakan
matematika dengan kejujuran dan lain-lain. Namun, akhir-akhir ini kentara bahwa
sekolah formal terlalu menekankan segi kognitif saja, hanya mencari Indeks
Prestasi Kumulatif (IPK) dan ijazah, sehingga mengesampingkan pendididikan
nilai. Salah satu tanda pendidikan nilai atau karakter kurang terwujud adalah
adanya praktek tawuran, korupsi, nyontek, seks bebas, narkoba, dan kurangnya
daya juang, yang akhir-akhir ini sangat menonjol. Oleh karena itu, dipandang
penting menekankan kembali pendidikan karakter.Tentu diperlukan tinjauan
menyeluruh dalam mengamati penerapan pendidikan karakter di perguruan tinggi,
pendidikan dasar, menengah dan atas. Namun setidaknya ditemukan tiga pokok
permasalahan mengenai kemerosotan moral dan pendidikan karakter di universitas,
yakni masalah moral bangsa, penyimpangan sosial pada mahasiswa, dan
ketidakefektifan pendidikan karakter di perguruan tinggi.
Selain di
tingkat perguruan tinggi dan mahasiswa, kemerosotan moral bangsa Indonesia juga
terjadi siswa siswi di Indonesia. Memang pendidikan
karakter dapat diajarkan lewat PPKn dan pelajaran agama, tetapi tidak hanya
lewat dua pelajaran di atas. Bahkan bila hanya lewat PPKn dan Agama, guru-guru
lain nantinya tidak ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan pendidikan
karakter. PPKn dan pendidikan agama oleh siswa malah sering dianggap pelajaran
sampingan dan kurang dihargai. Maka pendidikan karakter seharusnya diajarkan
dan dibantukan lewat semua pelajaran, mulai dari pelajaran Olah Raga, Seni,
sampai dengan Fisika. Dengan demikian, semua guru ikut bertanggung jawab
membantu siswa dalam mengembangkan karakter.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Moral Bangsa
Kemerosotan moral bangsa
tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja, namun telah menjamur hingga
pelosok negeri. Indikator yang bisa dijadikan dasar acuan kemerosotan moral
bangsa Indonesia dapat terlihat dari memudarnya nilai-nilai luhur yang dulu
dijunjung tinggi. Salah satu contoh yang paling mudah adalah menurunnya rasa
hormat terhadap orang tua. Terlepas dari pola-pola perilaku yang berkembang
dari hubungan anak dan orang tua, secara keseluruhan orang tua yang mengeluhkan
“kekurangajaran” anaknya banyak terdengar.
Hal ini berarti nilai-nilai
menghormati orang tua berubah ke arah yang negatif. Hal diatas adalah sebagian
contoh terkecil dari bangsa ini, yakni keluarga. Belum lagi jika dilihat secara
makro, tentu akan lebih banyak lagi, diantaranya menurunnya rasa takut dan malu
kepada Sang Pencipta. Akibatnya perbuatan sewenang-wenang terjadi, dari desa
hingga ibukota, seperti pemerkosaan, perampokan, penipuan dan lain-lain.
Pengamalan Pancasila sebagai
dasar negara dan filsafat bangsa tampaknya sudah tidak dihiraukan lagi.
Masyarakat sudah terlalu jauh melangkah ke arah modernisasi sehingga melupakan
nilai-nilai moral. Tidak salah jika kini Pancasila hanya diucapkan dalam kata
namun dikhianati dalam perilaku.
B.
Penyimpangan Sosial
Penyimpangan sosial di kalangan mahasiswa
dan siswa pun patut dijadikan sorotan. Sudah tidak asing lagi perbuatan asusila
yang dilakukan mahasiswa, seperti homoseksual yang kian marak, free sex yang tidak terkendali, juga
peniruan karya orang lain (plagiat dan imitasi). Semoga saja ini bukan budaya
para agent of change dan pelajar tetapi hanya oknum yang merupakan minoritas
dari mahasiswa dan siswa itu sendiri.
Penyimpangan ini tidak terlepas dari proses meniru yang berkiblat ke
barat dan budaya yang memang dianggap keren. Miris memang saat mereka lebih
mengelu-elukan nilai kebebasan dan melupakan nilai-nilai asli Indonesia yang
seharusnya menjadi identitas diri.
C.
Pembentukan Karakter
Pembentukan
karakter setiap individu berbeda-beda. Ada yang sudah mulai pembentukan
karakter sejak pranatal (sebelum dilahirkan), ketika dilahirkan, pada usia 4
tahun, bahkan ada pendapat pembentukan karakter seseorang dimulai ketika
menemukan pasangan. Namun, sebagian besar menyebutkan bahwa pembentukan
karakter dimulai sejak dini. Oleh karena itu keefektifan pendidikan karakter di
perguruan tinggi dirasa kurang berdampak besar. Sebab sebagian besar karakter
mahasiswa sudah terbentuk sejak lahir hingga menginjak usia dewasa.
Solusi yang
ditawarkan memang beragam. Kemerosotan nilai-nilai moral bisa diselesaikan
dengan cepat dan efektif. Diantaranya dengan mengganti mind set bahwa pendidikan bukan hanya untuk mentransfer ilmu
pengetahuan, tetapi juga mentransfer nilai-nilai, dengan adanya transfer nilai
ini diharapkan nilai-nilai yang mulai dilupakan akan dapat digali, ditemukan,
dan diamalkan kembali oleh generasi muda yang ada.
Upaya lain
adalah dengan memberikan teladan bagi generasi masa kini. Karena apa, Generasi
kita sekarang ini memiliki krisis untuk memilih siapa yang akan mereka contoh
atau siapa yang akan memberikan tuntutan keteladanan, yang pada akhirnya mereka
salah meniru. Mereka mengimitasi bahkan hingga mengidentifikasi artis-artis
baik dalam maupun luar negeri yang keteladannya patut dipertanyakan. Hilangnya
panutan jelas berpengaruh besar yang dapat kita rasakan kini.
Pendidikan
karakter juga jelas dapat dijadikan alternatif solusi namun penerjemahan dalam
tindakan nyata kurang dapat terealisasi. Efektifitas pendidikan karakter di
Perguruan Tinggi yang seolah-olah “memaksa” hanya akan sia-sia. Saat karakter
mahasiswa saat usia mahasiswa.
Jangan sampai pendidikan
karakter yang dielu-elukan oleh berbagai universitas ini hanyalah dijadikan
salah satu mata kuliah syarat kelulusan saja, tetapi juga benar-benar bisa
menjadi usaha pemecahan masalah kemerosotan moral di kalangan mahasiswa pada
khususnya dan semua generasi muda pada umumnya. Karena dengan mengubah pemuda
kita dapat menggebrak dunia. Selain itu pendidikan karakter dimampukan untuk
mengubah nilai-nilai budaya luar yang berkembang di siswa pendidikan dasar dan
menengah untuk menjadikan Pancasila sebagai penyaring moral bagi gejala amoral
yang terjadi di Bangsa Indonesia.
D.
Pentingnya Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter di
zaman ini semakin penting dan mendesak karena beberapa situasi yang dihadapi
zaman ini. Misalnya, pengaruh globalisasi yang menawarkan, di samping sesuatu
yang baik, juga nilai yang tidak baik seperti: konsumerisme, seks bebas,
narkoba, pelampiasan nafsu manusiawi dengan melupakan hidup imani dan rohani.
Kemerosotan karakter berbangsa kita; konflik antarsuku, agama, ras, kepentingan
kelompok. Pasar bebas yang menyebabkan hanya orang yang bermutu dan kuat dapat
menang sedangkan yang lemah dan tidak bermutu akan mati. Lapangan kerja yang
makin sempit, persoalan hidup yang makin kompleks, dan membutuhkan semangat dan
daya juga dalam hidup ini. Kepekaan sosial masyarakat yang makin berkurang dan
perkembangkan individualisme yang makin tinggi di zaman ini .
Yang ideal pendidikan
karakter diajarkan dan dibantukan secara sinergis lewat semua pelajaran,
lingkungan sekolah, orang tua, media, dan masyarakat. Tanpa kerja sama semua
pihak tersebut, maka pendidikan karakter akan sulit berhasil, bahkan bisa
gagal. Misalnya, kita mau
menekankan nilai kejujuran agar korupsi dapat makin dikurangi. Maka suasana
sekolah termasuk aturan sekolah juga harus menekankan kejujuran ini, bukan
hanya guru lewat pelajaran. Kalau ada karyawan atau guru korupsi juga harus
ditindak, bukan hanya siswa.
Orang tua menjadi
pendidik karakter yang pertama dan utama bagi siswa. Maka nilai karakter mana
yang mau ditekankan sekolah, perlu dikomunikasikan dengan orang tua sehingga
ada kerja sama. Misalnya, sekolah menekankan nilai penghargaan kepada orang
lain tanpa diskriminasi. Orang tua juga diajak untuk menanamkan nilai ini
kepada anaknya. Maka kalau di rumah anaknya diskriminatif, perlu diingatkan.
Kalau sekolah menanamkan nilai antinarkoba, maka orang tua juga harus mengerti
itu dan membantu suasana di rumah untuk antinarkoba, bukan sebaliknya malah
orang tua mengajari anak menjadi narkobais.
Masyarakat juga menjadi
pendidik yang penting. Bila sekolah menekankan pendidikan karakter, tetapi
masyarakat luas tidak mendukung, maka pendidikan menjadi berat atau bahkan akan
gagal. Misalnya, sekolah menekankan nilai persaudaraan sebagai warga Indonesia,
tetapi bila di masyarakat selalu dilihat antarsuku konflik dan saling membunuh,
anak akan sulit mengembangkan persatuan. Terutama para pejabat tinggi, wakil
rakyat, perlu membantu dalam penegakan nilai ini. Mereka harus menjadi contoh.
Di sini banyak soal terjadi, siswa di sekolah dibantu baik, tetapi karena
masyarakat masih jelek, anak lalu meniru masyarakat yang jelek.
Publikasi atau media
sangat penting dalam pendidikan karakter. Acara TV yang isinya melemahkan
pendidikan nilai, akan menghambat tertanamnya karakter yang ditekankan.
Misalnya, sekolah selalu mengajarkan pentingnya usaha keras dalam hidup ini dan
tanggung jawab. Kalau setiap hari anak melihat acara TV dimana tanpa usaha
keras, orang berhasil dan yang usaha keras malah gagal hidup, anak akan tergoda
untuk tidak mau berusaha. Di sekolah dididik antiseks bebas, tetapi di TV dan
media, selalu memperlihatkan orang tua berseks bebas atau gambar porno, akan
membuat siswa sulit.
Kalau memang mau
ditangani secara baik, maka harus dimulai dari semua sudut. Ini berarti bahwa
harus mulai dari sekolah formal, mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK) sampai dengan
Perguruan Tinggi (PT), sekolah agama yang ada di masyarakat, orang tua,
lingkungan masyarakat, pemerintah, dan lewat media.
Sebagaimana pendidikan
sendiri adalah proses seumur hidup, yaitu tidak akan berhenti sebelum orang
mati, demikian juga pendidikan karakter. Orang harus terus mengembangkan
karakternya terus-menerus sampai mati. Maka yang perlu mengalami pendidikkan
karakter adalah mulai anak sampai dengan orang dewasa. Apalagi dalam nilai
karakter tertentu, ternyata banyak contoh jelek dari orang dewasa. Lihat saja,
banyak orang dewasa yang melakukan korupsi di negara ini, juga yang main seks
bebas dan kecanduan narkoba. Bangsa ini tidak maju sebenarnya bukan
pertama-tama karena anak-anak tidak baik, tetapi karena banyak orang tua dan
orang dewasa, termasuk banyak pimpinan yang tidak berkarakter baik. Maka ini
menjadi contoh tidak baik dalam pengembangan karakter orang muda.
Kalau memang pendidikan
karakter menjadi berkembang, dapat dipastikan bahwa akan mempengaruhi
peningkatan pendidikan akademik siswa. Misalnya, bila siswa memang selalu jujur
dalam tingkah lakunya, dalam penelitian ia akan jujur dengan data penelitian,
sehingga analisisnya lebih benar. Kalau anak sungguh disiplin maka akan
mempengaruhi kerajinannya belajar sehingga tingkat akademiknya meningkat. Kalau
orang punya daya juang yang kuat, maka dalam belajar dan menekuni bidang ilmu,
ia tidak akan cepat mundur bila gagal, tetapi akan mencari jalan dan terus
melakukan penelitian sehingga berhasil. Banyak sekolah yang menekankan
disiplin, kerja keras, kejujuran, daya juang menjadikan kelulusan sekolah itu
meningkat tinggi.
Dalam konteks sekolah,
dapat dilihat pada praktek hidup anak-anak apakah nilai yang ditanamkan
berkaitan pengembangan karakter terjadi. Misalnya, nilai kejujuran. Apakah semakin
sedikit yang menyontek, semakin sedikit yang menipu, semakin sedikit yang dalam
praktikum mengganti data dan lain-lain. Dalam konteks masyarakat, memang lebih
sulit dievaluasi. Tetapi akan nampak bahwa suasana hidup bersama, kerja, dan
sosial makin baik.
Kemajuan bangsa
Indonesia tergantung banyak hal dan sangat kompleks. Banyak unsur mempengaruhi
seperti karakter orang-orangnya, inteligensi dan keunggulan berpikir warganya,
sinerginya para pimpinan dan warga dalam menghadapi persoalan bangsa, aturan hukum
yang benar dan ditaati, kerelaan untuk saling membantu demi kepentingan warga
keseluruhan, pengelolaan kekayaan negara, dan lain-lain. Pendidikan karakter
merupakan salah satu segi yang membantu perkembangan, tetapi tidak dapat
sendirian. Maka dalam pendidikan semua segi perlu diperhatikan. Namun,
pendidikan karakter dapat menjadi pendukung yang mendalam bagi segi yang lain,
karena menyangkut semangat, hati, dan sikap hidup seseorang.
E.
Karakter
yang Penting
Dalam konteks karakter berbangsa Indonesia, menurut saya ada
beberapa isi yang perlu mendapatkan tekanan, sehingga bangsa ini dapat semakin
berkembang dan maju. Pertama, penghargaan kepada manusia, pribadi lain, Hak
Asasi Manusia (HAM), sehingga orang rela hidup bersama dan bekerja sama meski
berlainan iman, ras, suku, serta tingkat ekonomi. Kedua, tanggung jawab
terhadap kehidupan berbangsa. Ini penting bila negara ini masih mau
dipertahankan sebagai kesatuan. Ketiga, nilai demokrasi yang menekankan
semangat nondiskriminasi dan nonopresif. Keempat, kejujuran, sehingga
mengurangi persoalan korupsi di berbagai segi kehidupan. Kelima, kekritisan
dalam menerima informasi dan pengaruh globalisasi. Keenam, daya juang dalam
hidup sehingga tidak mudah putus asa bila ada persoalan dan tantangan. Dan
terakhir, moralitas yang tinggi, termasuk di dalamnya adalah antinarkoba,
antiseks bebas, dan antikonsumerisme.
F.
Hambatan
Ada banyak hambatan yang
terjadi yang perlu dihadapi bila kita ingin menanamkan pendidikan karakter.
Hambatan utamanya adalah pendidikan karakter hanya berhenti pada teori, dan
tidak sampai pada praktek dan kebiasaan
hidup. Misalnya, hanya mengajarkan kejujuran, tetapi tidak ada aturan atau
pelaksanaannya di sekolah. Kemudian, tidak semua warga sekolah terlibat. Guru,
kepala sekolah, yayasan, dan pegawai seluruh sekolah tidak terlibat dalam
pendidikan karakter. Orang tua tidak diikutkan dan orang tua malah mengajarkan
nilai lain. Lingkungan masyarakat dan pimpinan masyarakat yang hidup
bertentangan dengan nilai karakter yang ditekankan. Misalnya, diajarkan
kerukunan dan persaudaraan di sekolah, tetapi di masyarakat para pimpinan
saling berperang dan membunuh.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar