18.51
0
Hubungan Hukum

Hubungan hukum (Rechtsbetrekkingen) ialah hubungan antara dua atau lebih subyek hukum. Dalam hubungan hukum ini, hak dan kewajiban pihak yang satu akan berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain. Jadi setiap hubungan hukum mempunyai 2 segi, yaitu segi kekuasaan / kewenangan / hak dan segi kewajiban. Dengan demikian hukum sebagai himpunan peraturan yang mengatur hubungan sosial memberikan suatu hak kepada subyek hukum untuk berbuat sesuatu atau menuntut sesuatu yang diwajibkan oleh hak tersebut. Pada akhirnya terlaksananya hak dan kewajiban itu dijamin oleh hukum. Mengenai hubungan hukum ini, Logemann berpendapat bahwa dalam tiap hubungan hukum terdapat pihak yang berhak meminta prestasi dan pihak yang wajib melakukan prestasi. Setiap hubungan hukum mempunyai 2 segi, yaitu kewenangan atau hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban ini keduanya timbul dari satu peristiwa hukum dan lenyapnya pun bersamaan.
Unsur-unsur hubungan hukum setidaknya ada 3 hal, yaitu adanya para pihak, obyek, dan hubungan antara pemilik hak dan pengemban kewajiban atau adanya hubungan atas obyek yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan hukum akan ada manakala adanya dasar hukum yang melandasi setiap hubungan dan timbulnya peristiwa hukum.

Jenis Hubungan Hukum
  1. Hubungan hukum yang bersegi 1. Dalam hal ini hanya satu pihak yang memiliki hak sedangkan lainnya hanya memiliki kewajiban.
  2. Hubungan hukum bersegi 2. Contohnya ialah perjanjian, dimana kedua belah pihak masing-masing memiliki hak dan kewajiban.
  3. Hubungan antara 1 subyek hukum dengan beberpa subyek hukum lainnya. Contoh dalam hal sewa-menyewa, maka si pemilik memiliki hak terhadap beberapa pihak / subyek hukum lainnya, yang menyewa di lahan si pemilik
    Sumber Hukum
    Pendahuluan
    Layaknya sebuah  “hasil” yang diberlakukan untuk orang banyak, tentunya “hasil” tersebut akan senantiasa dipertanyakan berasal darimanakah “hasil” yang telah dijadikan pedoman atau rujukan tersebut. Setidaknya seperti itu jugalah suatu produk hukum yang diciptakan untuk mengatur kelangsungan hidup manusia. Bersumber dari manakah hukum tersebut ? Berdasarkan Ketetapan MPR Nomor III / 2000 tentang  Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-undangan Pasal  1(yang telah diperbahrui dengan UU No.10 Tahun 2004 tentang Tata cara pembentukan perundang-undangan) disebutkan sebagai berikut :
  4. Sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan penyusunan peraturan perundang-undangan.
  5. Sumber hukum terdiri atas sumber hukum tertulis dan tidak tertulis.
  6. Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan batang tubuh UUD 1945.
Macam-macam sumber hukum
Sumber hukum formal meliputi beberapa macam, yaitu :
  1. Undang-undang. Undang-undang merupakan salah satu produk lembaga legislative. Undang-undang di Indonesia dibuat secara bersama antara DPR(Pasal 5 UUD 1945) dengan Presiden. Dalam praktek ketatanegaraan di Indonesia sangat jarang sekali undang-undang bisa muncul atas inisiatif DPR (Pasal 21  UUD 1945). Hal ini juga menjadi pertanyaan yang cukup mendasar berkaitan dengan kinerja DPR yang dianggap belum mampu untuk memunculkan draft RUU.
  2. Kebiasaan. Kebiasaan adalah aturan tidak tertulis yang berlaku dan dipatuhi oleh masyarakat. Dalam ketatanegaraan aturan tidak tertulis ini disebut convention.
Menurut Prof. Sudikno kebiasaan adalah tindakan menurut pola tingkah laku yang tetap, ajeg, lazim, normal atau adapt dalam masyarakat atau pergaulan hidup tertentu. Menurut Utrecht, dalam bukunya Pengantar Hukum Indonesia, menyebutkan bahwa  hukum kebiasaan ialah himpunan kaidah-kaidah yang biarpun tidak ditentukan oleh badan pembuat perundang-undangan dalam suasana kenyataan ditaati juga, karena orang sanggup menerima kaidah-kaidah itu sebagai hukum. Agar hukum kebiasaan tersebut ditaati, maka harus memiliki 2 syarat yang harus dipenuhi, yaitu sesuatu perbuatan yang tetap/terus dilakukan oleh orang, dan adanya keyakinan bahwa perbuatan itu harus dilakukan karena telah merupakan suatu kewajiban (opinion necessitates). Salah satu contoh ketentuan yang mengharuskan kebiasaan dijadikan sumber hukum dapat dilihat dalam Pasal 1339 KUH Perdata yang berbunyi : “Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjiannya diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.
  1. Yurisprudensi (Judge made law) adalah keputusan seorang Hakim melalui tafsiran yang diikuti oleh Hakim lain dalam menangani atau memutuskan perkara yang sama. Dalam prakteknya keputusan Hakim yang dijadikan rujukan biasanya keputusan Hakim tertinggi yang berada di Mahkamah Agung dan selanjutnya diikuti oleh Hakim lain yang berada di bawahnya. Yurisprudensi dapat hidup dan terus berlangsung selama Hakim yang lain menjadikan rujukan, namun manakala Hakim lain sudah tidak menjadikannya sebagai rujukan maka secara otomatis yurisprudensi tersebut dapat berangsur-angsur hilang karena digantikan oleh yurisprudensi yang lebih baru. Adapun alasan-alasan yang menyebabkan yurisprudensi tetap eksis adalah adanya pertimbangan psikologis dari Hakim yang berada di tingkat bawah untuk menghormati keputusan Hakim yang lebih tinggi. Pertimbangan praktis juga cukup berperan dalam kelangsungan yurisprudensi, dan faktor pendapat yang sama antara sesama Hakim. Contoh yurisprudensi di masa lalu adalah yurisprudensi Belanda yang diikuti oleh Indonesia pada tanggal 23 Mei 1921. Pengadilan Belanda memutuskan bahwa pencurian tenaga alam seperti tenaga listrik dapat juga dihukum berdasarkan pasal 362 tentang pencurian.
  2. Doktrin adalah pendapat para ahli hukum terkenal yang diikuti para Hakim sebagai dasar pertimbangan dalam memberikan keputusan. Oleh sebab itu doktrin baru bisa dikatakan sebagai sumber hukum manakala telah dijadikan rujukan oleh Hakim dalam memutuskan suatu perkara. Doktrin tidak hanya diakui di Indonesia sebagai salah satu sumber hukum, namun juga telah diakui secara internasional. Hal ini dapat dilihat dalam sumber hukum internasional (Mahkamah Internasional).
  3. Traktat atau Perjanjian Internasional adalah kesepakatan yang mengikat pihak-pihak atau negara-negara yang terlibat, baik dalam bentuk bilateral maupun multilateral. Akibat dari suatu perjanian yang mengikat para pihak disebut dengan “Pakta servanda”.
Pendapat berbagai pakar hukum
  1. Algra, membagi sumber hukum dalam bentuk materil dan formil. Bentuk materil merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, seperti hubungan sosial, kekuatan politik dan lain-lain. Adapun formil merupakan tempat atau sumber darimana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum, seperti UU, perjanjian antar negara, yurisprudensi dan kebiasaan.
  2. Van Apeldoorn, membedakan sumber hukum menjadi 4 bagian, yaitu dalam arti histories seperti dokumen kuno, dalam arti sosiologis seperti pandangan agama, dalam arti filosofis , dan dalam arti formil.
  3. Achmad Sanusi, membagi sumber hukum menjadi 2 yaitu sumber hukum normal seperti UU, perjanjian dan lain-lain, serta sumber hukum abnormal seperti proklamasi dan revolusi.

0 komentar:

Posting Komentar