`PUSAKA SOEKARNO`
Sebilah pusaka besar maknanya bagi Ir.
Soekarno. Kecintaannya pada warisan leluhuritu, terlihat dari banyaknya
tosan aji yang dimiliki. Salah satu pusaka sakti miliknya, didapat
dari Gunung Nabi di Papua saat berkecamuk Perang Dunia (PD II).
ROKLAMATOR RI ini kabarnya memiliki
ratusan pusaka. Padahal, putra sang fajar tersebut, dikenal sebagai
sosok pria yang rasional dan bervisi jauh ke depan. Kendati demikian,
sejarah kehidupannya, ternyata tidak lepas dengan hal-hal yang bersifat
spiritual budaya, seperti keris, tombak, dan pusaka lain.
Sadar koleksinya bisa raib, atau lantaran
rasa sukanya pada pusaka yang teramat tinggi, beberapa benda pusaka
lalu diboyong ke istana.
Selanjutnya, dibuatkan tempat khusus dan dikelola oleh sebuah yayasan.
Adapun yang kedapuk mengurus benda-benda pusaka itu adalah Guruh Soekarnoputra, sebagai Ketua Yayasan Bung Karno yang berdiri sejak 1978. Bagi alumni Fakultas Arkeologi Universiteit van Amsterdam, Belanda ini, merawat pusaka ayahandanya jadi amat mengasyikkan.
Adapun yang kedapuk mengurus benda-benda pusaka itu adalah Guruh Soekarnoputra, sebagai Ketua Yayasan Bung Karno yang berdiri sejak 1978. Bagi alumni Fakultas Arkeologi Universiteit van Amsterdam, Belanda ini, merawat pusaka ayahandanya jadi amat mengasyikkan.
Pimpinan Sanggar Tari Swara Mahardika ini
pada suatu kesempatan pernah berujar bahwa benda-benda pusaka itu
didapat dari leluhur, istana, dan keluarga. Istana yarig dimaksud
adalah Istana Merdeka, Istana Bogor, Batutulis, dan lain-lain.
Bentuk pusaka-pusaka itu beragam. Ada
keris, tombak, tongkat komando, dan sebagainya. Pusaka Bung Karno
kebanyakan berasal dari jalur ayah, kakek moyang yang kebetulan
berdarah Majapahit.
Sementara dari nenek atau ibu berasal
dari keturunan Raja Buleleng. Dengan begitu ada juga yang berasal dari
Singosari. Pusaka itu dikumpulkan sejak Bung Karno masih muda hingga
jadi presiden dan sesudahnya. Jumlahnya masih terus diinventarisasi.
Sebab, pusaka itu ada beberapa yang masih
di istana dan di keluarga, belum pernah dipanierkan pula. Belum
termasuk cindera niata dari negara-negara lain, seperti batu giok dari
Cina, pedagang Samurai dari Jepang, dan lainnya. Hingga sekarang, baru
sepersepuluh benda peninggalan Bung Karno yang pernah dipamerkan.
Keluarga Bung Karno merasa tidak heran bila ada beberapa pihak mengaku
memiliki ‘tongkat komando’ Bung Karno. Sebab, segala sesuatu yang
berhubungan dengan Bung Karno, selalu menjadi fenomena menarik. Tidak
hanya di dalani negeri, tapi juga di luar negeri. “Kalau : ada yang
mengklaim punya,: pusaka Bung Karno asli, itu urusan mereka. Apa pun
klaim di luaran, itu terserah mereka,” papar Guruh pada sebuah media
ibu kota.
Di Keluarga dan Istana
Bung Karno memang punya berbagai model tongkat komando. Tetapi yang paling sering dibawanya pada acara-acara kenegaraan, hanya satu atau dua. Adapun yang paling sering dibawa itu, tak lain sebilah tongkat dan juga keris yang ada di ruang hening.
Bung Karno memang punya berbagai model tongkat komando. Tetapi yang paling sering dibawanya pada acara-acara kenegaraan, hanya satu atau dua. Adapun yang paling sering dibawa itu, tak lain sebilah tongkat dan juga keris yang ada di ruang hening.
Lantaran seringnya membawa tongkat saat
bepergian, pada akhirnya memunculkan polemik di masyarakat. Tak sedikit
warga masyarakat mengaku, memiliki pusaka Bung Karno. Mensikapi
polemik tersebut, pihak keluarga tak ingin terpancing. Karena itu, jika
ada orang yang mengaku memiliki tongkat atau keris Bung Karno,
terlebih dulu harus dibuktikan keasliannya.
Ditegaskannya bahwa pusaka Bung Karno semua ada di keluarga dan di istana. Kalau ada keluarga tertentu merasa mempunyai pusaka, ada proses lanjut apakah bisa dibuktikan kebenarannya atau tidak.
Ditegaskannya bahwa pusaka Bung Karno semua ada di keluarga dan di istana. Kalau ada keluarga tertentu merasa mempunyai pusaka, ada proses lanjut apakah bisa dibuktikan kebenarannya atau tidak.
Sejarah mencatat.pada dekade 1942 Bung
Karno pernah berada di Babo, Papua. Wilayah ini punya arti dan nilai
historis tinggi berkaitan erat dengan ‘Keris Pusaka’ yang diperoleh
Bung Karno dari Gunung Nabi melalui Kaliopes Cosmos Werbete. Dia salah
seorang pelaku sejarah setempat. Kepada wartawan dirinya pernah
berkisah bahwa Bung Karno berada di Babo ketika Perang Duma (PD) II
niasih berkecamuk. Tokoh yang kemudian menjadi salah satu Proklamator
RI itu, jelasnya menjadi incaran tentara Jepang untuk dibunuh.
Guna menghindari terjadinya hal-hal yang
tidak diinginkan, Bung Karno dilarikan dari Babo ke Kampung Refideso
oleh Cosmos Werbete, kemudian menuju Gunung Nabi.”Di Gunung keramat
itulah Bung Karno diberi keris wasiat,”ungkap Keliopes kepada wartawan
ibu kota. Setelah membawa keris tersebut, Bung Karno berhasil
meloloskan diri dari percobaan pembunuhan.
Tapi pada ujungnya, bersama Cosmos Werbete pemilik keris tersebut, Bung Karno diasingkan Belanda.
Digembleng Tokoh Kuno
Jiwa Jawi Bung Karno merupakan cerminan semangat hidup yang mengedepankan keutamaan. Menghargai hidup dan kehidupan. Baginya, hidup adalah memberikan bukti kebaikan dan karena itu semasa remaja dirinya gemar laku prihatin. Semua itu dilakukan untuk membentuk jiwa jawinya supaya sekokoh baja.
Jiwa Jawi Bung Karno merupakan cerminan semangat hidup yang mengedepankan keutamaan. Menghargai hidup dan kehidupan. Baginya, hidup adalah memberikan bukti kebaikan dan karena itu semasa remaja dirinya gemar laku prihatin. Semua itu dilakukan untuk membentuk jiwa jawinya supaya sekokoh baja.
Konon, kegemaran laku ini berawal dari
beberapa guru spiritualnya dari Jogjakarta yang tak diketahui siapa,
sejatinya nama dari sang guru spiritual tersebut. Sebab, dalam dunia
spiritual ada pantangan untuk tidak menyebut nama. Ada kisah nyalawadi
sebelum Kusno lahir. Kala itu, Keraton Jogjakarta kehilangan sebilah
pusaka sakti. Tiba-tiba entah dari niana asalnya, di lingkungan keraton
muncul isu bahwa pusaka yang hilang tersebut bersemayam di rahim
ibunda Bung Karno. Lalu lewat peristiwa gaib setelah Kusno lahir,
langsung diangkat jadi murid tokoh trah Keraton Jogjakarta.
Meski Bung Karno dikenal rasional dan
bervisi jauh ke depan, kehidupan presiden pertama RI ini tidak lepas
dengan hal-hal yang bersifat spiritual-budaya, seperti keris, tombak
dan pusaka lain. Karena itulah beberapa benda pusaka lalu diboyong ke
istana.
Dan pusaka-pusaka itu kini dibuatkan
tempat khusus yang dikelola sebuah yayasan. Lembaga yang mengurus
benda-benda pusaka itu adalah Guruh Soekarnoputra, sebagai Ketua
Yayasan Bung Karno sejak 1978. Bagi alumni Fakultas Arkeologi
Universiteit van Amsterdam, Belanda ini, memelihara pusaka ayahandanya
jadi amat mengasyikkan.
Guruh pernah mengemukakan pendapatnya
soal pusaka peninggalan Bung Karno itu. Menurutnya benda-benda itu
didapat dari leluhur, istana dan keluarga. Istana yang dimaksud adalah
Istana Merdeka, Istana Bogor, Batutulis dan lain-lain. Bentuknya
beragam, misal keris, tombak, tongkat komando dan sebagainya. Pusaka
Bung Karno kebanyakan berasal dari jalur ayah, kakek moyang yang
kebetulan berdarah Majapahit. Sementara dari nenek atau ibu berasal
dari keturunan Raja Buleleng. Dengan begitu ada juga yang berasal dari
Singosari.
Pusaka itu dikumpulkan sejak Bung Karno
masih muda hingga jadi presiden dan sesudahnya. Jumlahnya masih terus
diinventarisasi. Sebab, pusaka itu ada beberapa yang masih di istana
dan di keluarga, belum pernah dipamerkan pula.
Hingga sekarang, baru sepersepuluh benda
peninggalan Bung Karno yang pernah dipamerkan. Keluarga Bung Karno
merasa tidak heran bila ada beberapa pihak mengaku memiliki ‘tongkat
komando’ Bung Karno. Sebab, segala sesuatu yang berhubungan dengan Bung
Karno, selalu menjadi fenomena menarik. Tidak hanya di dalam negeri,
tapi juga di luar negeri. “Kalau ada yang mengklaim punya pusaka Bung
Karno asli, itu urusan mereka. Apa pun klaim di luaran, itu terserah
mereka,” papar Guruh pada sebuah media ibukota.
Bung Karno memang punya berbagai model
tongkat komando. Tetapi yang paling sering hanya satu atau dua. Yang
paling sering dibawa, tongkat dan keris yang ada di ruang hening.
Jika di masyarakat ada yang mengaku memiliki pusaka Bung Karno, tak bisa dipercaya begitu saja. Harus ada pembuktian.
Pusaka Bung Karno semua ada di keluarga
dan di istana. Kalau ada keluarga tertentu merasa mempunyai pusaka, ada
proses lanjut apakah bisa dibuktikan kebenarannya atau tidak.
Pada 1942 Bung Karno pernah berada di
Babo, Papua. Wilayah ini punya arti dan nilai sejarah tinggi berkaitan
erat dengan ‘Keris Pusaka’ yang diperoleh Bung Karno dari Gunung Nabi
melalui Cosmos Werbete.
Keliopes Werbete salah seorang pelaku
sejarah menceriterakan kepada wartawan setempat, Bung Karno berada di
Babo ketika Perang Dunia (PD) II masih berkecamuk. Tokoh yang kemudian
menjadi salah satu Proklamator RI ini diincar tentara Jepang untuk
dibunuh.
Untuk menghindari terjadinya hal-hal yang
tidak diinginkan, Bung Karno dilarikan dari Babo ke kampung Refideso
oleh Cosmos Werbete, kemudian menuju Gunung Nabi. “Di Gunung keramat
itulah Bung Karno diberi keris wasiat,” ungkap Keliopes kepada wartawan
ibukota.
Dan setelah membawa keris tersebut, Bung
Karno berhasil meloloskan diri dari percobaan pembunuhan. Tapi pada
ujungnya, bersama Cosmos Werbete pemilik keris tersebut, Bung Karno
diasingkan Belanda.
Soekarno dalam dunia Supranatural
BUNG Karno sejak kecil digembleng laku
kebatinan Jawa. Bersama beberapa nama terkenal, sejak usia muda Bung
Karno mengkaji, mendalami dan melakoni kebatinan. Dalam perjalanan
hidup yang penuh ketidakadilan justru menjadi semangat untuk bangkit
dan mencari sumber keadilan yang hakiki. Perjalanan laku yang sangat
tinggi dilakukannya demi mencari hakekat hidup.
Berawal dari RM Said yang belajar dari
desa Mojogedang Karang Pandan, Karang Anyar Jawa Tengah. Beliau pernah
berguru kepada seorang pertapa wanita yang bernama Nyai Karang. Ketika
berjuang beliau melawan Belanda, RM Mas Said menggunakan markasnya di
desa Nglaroha. Didampingi senopati yang sekaligus gurunya (Kudono
Warso), semakin hari ilmu jaya-kawijayan RM Said semakin tinggi.
Ilmunya kemudian diturunkan kepada anak
cucunyya yang meneruskan perjuangannya melawan penjajah. Salah satu
cucunya adalah sahabat Kyai Santri (KPH Djoyo Koesoemo). Selain
diangkat sebagai penasehat pribadi Sunan Paku Buwono IV ,Kyai Santri
diakui sebagai teman dalam mengasah ilmu sastra dan kebatinan. Tidaklah
mengherankan jika kemudian Paku Buwono IV di kemudian hari melahirkan
serat Centini, falsafah hidup, sebagai ensiklopedinya orang Jawa.
Perjuangan melawan Belanda, mengakibatkan
Kyai Santri dikejar-kejar. Akhirnya beliau memilih keluar Kraton dan
keliling tanah Jawa. Menghindari kejaran Belanda, dengan berkeliling
Tanah Jawa, tiga kali sambil memperdalam ilmu kebatinannya. Kyai Santri
berkawan pula dengan Ronggowarsito, Mangkunegoro IV dalam mengkaji dan
tukar kawruh Jawa. Pada perjalanan akhirnya beliau memilih desa Giri
Jaya di lereng Gunung Salak, Sukabumi, Jawa Barat sebagai tempat
perhentian terakhir. Di sanalah beliau tinggal dengan didampingi dua
orang istri beliau.
Perjalanan spiritualnya mampu
menghadirkan Kanjeng Ratu Kidul sebagai guru beliau, Eyang Lawu (Kaki
Semar) dan Leluhur lainnya sebagai seorang Guru. Murid-murid Kyai
Santri cukup banyak, selalu dididik bagimana menjadi seorang pemimpin
yang baik. Pendidikan yang berdasar pada budaya Jawa asli, dimana
nurani sebagai Way of Life dan pikir sebagai alat untuk memimpin. Di
antara murid beliau adalah Paku Buwono (PB) IV, Mangku Negoro (MN) IV,
PB VI, PB IX , PB X, MN VII, HOS Cokroaminoto, Dr Wahidin Sudiro Husodo
dan yang terakhir adalah Bung Karno. Beliau hidup hingga usia 159
tahun dan meninggal pada tahun 1929 Masehi di desa Giri Jaya Sukabumi.
Murid-murid beliau adalah pejuang sejati,
pemimpin nasional, pujangga dan sekaligus negarawan. Ilmu-ilmu beliau
sudah mencapai tataran tingkat tinggi dan mencapai alam makrifat.
Manusia harus jadi “Manungso sejati, sejatine manungso”, di mana nurani
sebagai titik dan sumber tuntunan bagi kehidupan, sedangkan pikir
sebagai alat untuk menjalankan tuntunan Illahi tersebut. Beliau selalu
mengajarkan bagaimana manusia mampu kembali menjadi manusia yang
sebenarnya.
Dengan menyelaraskan batin, pikiran,
ucapan dan perbuatannya, manusia akan menjadi manusia menurut kodrat
Illahi. Sukma merupakan percikan Illahi, sebagai utusan Sang Pencipta
(Ha- Hananira, wahanane Hyang). Pada hakehatnya bila manusia telah
mampu menyelaraskan dan menyamakan antara batin, pikiran, ucapan dan
perbuatannya, manusia tersebut telah mencapai alam makrifat. Manusia
tersebut mampu berada posisi “Jumbuhing kawulo gusti”. Berarti manusia
itu mampu menjadi seorang pemimpin (gusti = bagusing ati).
Dengan laku tapabrata yang sebenarnya
seperti di atas, manusia kembali pada asalnya, hal ini dalam budaya
Jawa disebut “Sangkan paraning dumadi”. Hakekat kehidupan manusia sama
dengan ciptaan lainnya, menurut hukum ekosistem. Dalam budaya Jawa
dikenal dengan “Cakra manggilingan”. Bila manusia mampu meletakkan
batin, pikiran, ucapan dan perbuatannya sama, maka tidak ada lagi
tuntunan lain kecuali tuntunan Sang Pencipta lewat batin/nuraninya.
Swara dalam batin itulah yang disebut Swara Sejati.
REFERENSI : http://yudhysulistio.wordpress.com/category/sejarah-dan-pusaka-soekarno/
REFERENSI : http://yudhysulistio.wordpress.com/category/sejarah-dan-pusaka-soekarno/
0 komentar:
Posting Komentar